Tahun ketiga kuliah adalah fase yang penuh warna dalam perjalanan saya sebagai mahasiswa Teknik Geologi. Ini adalah tahun yang membawa saya lebih dekat dengan dunia nyata, di mana teori yang selama ini dipelajari di kelas mulai terhubung langsung dengan pengalaman di lapangan. Tidak hanya soal tugas dan kuliah, tapi juga tentang bagaimana menemukan ritme belajar yang lebih matang dan mulai merancang masa depan setelah lulus.
Jumlah Mata Kuliah dan SKS yang diambil
Jumlah SKS yang bisa diambil di setiap semester bergantung pada nilai IP yang didapatkan sebelumnya. Hal ini sedikit berbeda dengan perkuliahan di TPB dimana mata kuliahnya sudah dipaketkan sehingga mahasiswa tidak bisa memilih secara bebas mata kuliah apa yang ingin diambil. Seingat saya, aturan pengambilan SKS seperti ini.
NR (Nilai Rata-rata) semester sebelumnya ≥ 3,00 dapat mengambil max 22 SKS pada semester reguler.
NR (Nilai Rata-rata) semester sebelumnya ≥ 3,50 dapat mengambil max 24 SKS pada semester reguler.
Pada semester 5, saya memantapkan hati untuk mengambil 24 SKS (9 mata kuliah) dengan berpikiran bahwa ini akan membuat saya lebih cepat mengumpulkan 144 SKS untuk lulus program sarjana. Sedangkan pada semester 6, saya mengambil 23 SKS dengan 10 mata kuliah.
Pemilihan mata kuliah ini akan menjadi ajang hunger games karena semua mahasiswa akan berebut mata kuliah, jadwal, dan dosen. Belum lagi website akademik ITB yang sering error karena padat sekali yang akses. Pastinya akan seru melihat curahan hati orang-orang di twitter mengenai hectic-nya war ini.
Padatnya Jadwal Kuliah
Di semester 5 dan 6, kuliah bisa dibilang cukup padat. Pada semester 5, terdapat 9 mata kuliah dengan 5 praktikum yang super duper bikin pusing. Pada semester 6, ada 10 mata kuliah dengan 2 mata kuliah besar yaitu referat dimana semacam mini skripsi dan geologi lapangan dimana akan melakukan kuliah lapangan ke Karangsambung. Padatnya jadwal ini mengharuskan kita mengatur waktu sepintar mungkin. Membagi jadwal kuliah, nugas, dan organisasi tentu akan membuat pusing. Apalagi di semester 5 yang ada 5 praktikum sehingga harus mengerjakan tugas pendahuluan, tes awal, dan tugas praktikum. Di semester 6 juga cukup keos dengan referat, berasa lagi ngerjain skripsii.
Kuliah Lapangan Karangsambung: Menyelami Sejarah Geologi Indonesia
Salah satu pengalaman yang sangat berkesan adalah kuliah lapangan di Karangsambung, Kebumen. Karangsambung adalah lokasi yang sangat terkenal di kalangan mahasiswa geologi, karena merupakan situs geologi yang kaya akan berbagai jenis dan formasi batuan yang bisa menceritakan kisah-kisah geologi Indonesia. Selama kurang lebih 2 minggu, kami mempelajari berbagai jenis batuan, seperti batugamping, napal, hingga basalt, yang memberikan wawasan tentang sejarah proses sedimentasi yang terjadi jutaan tahun lalu.
Pada beberapa hari awal, kami diajarkan praktik langsung mengenai pengukuran, deskripsi batuan, hingga pemakaian jacob staff. Pada malam harinya, ada kelas malam dimana kami menyelesaikan tugas yang diberikan mengenai modul di hari tersebut. Selanjutnya, akan ada sesi mapping mandiri selama sekitar seminggu. Meskipun namanya mapping mandiri, kita tidak sendirian kok, tetapi bersama kelompok yang beranggotakan 3-4 orang. Setiap kelompok akan mendapat kavling masing-masing, antara Paras atau Brujul. Kebetulan saya mendapat Kelompok 12 bersama 2 teman lainnya untuk Kavling Brujul. Sesi mapping ini dimulai dari merencanakan traverse yang akan dilalui pada malam sebelumnya. Kami kemudian menyetorkan lintasannya ke asisten, sehingga akan diplot bus mana yang akan membawa kami esok harinya.
Perjalanan mapping tentu sangat seru dan juga melelahkan. Dalam sehari bisa 10-20 km yang dilalui untuk mencari singkapan, termasuk singkapan warung. Kami selalu bahagia jika melihat warung karena kami akhirnya bisa istirahat sambil jajan. Tak jarang juga kami menumpang truk yang lewat untuk mempersingkat waktu berjalan. Ada banyak sekali momen menarik yang saya dapatkan di sesi tersebut, yang akan berguna sekali di kehidupan saya. Salah satu momen menarik juga dimana saat itu kelompok saya dan satu kelompok lainnya memiliki traverse yang mirip sehingga kami bisa berjalan bersamaan. Kemudian kami bertanya kepada salah satu warga yang kami temui mengenai suatu sungai yang sedang kami cari. Beliau menjawab dan memberitau kami. Selain itu, ternyata beliau memiliki pohon degan sehingga kami diajak untuk menikmati degan yang langsung diambil dari pohon. Betapa baiknya warga di sana.
Satu lagi hal yang paling tidak bisa terlupakan. Pada saat sesi pembelajaran mengenai struktur geologi di Kali Soka (kalau tidak salah), kami secara berkelompok menghitung kedudukan berbagai struktur geologi yang ada di sana. Akan tetapi, ada titik dimana kali tersebut cukup dalam sehingga sulit dilalui jika harus menyeberang kali, dan kami memilih berjalan di batuan sampingnya. Namun, mungkin saya lagi kurang beruntung, karena saat saya lewat di batuan tersebut, saya terpeleset dan akhirnya jatuh. Badan saya terendam hingga ke pundak. HP saya yang ada di saku pun ikut terendam dan mati. Setelah sampai sekitar hotel penginapan, saya ke warung membeli beras untuk merendam HP tersebut, ternyata tidak ada yang jual beras, namun ada satu warung yang punya stok beras dan memberi saya sekantong beras secara gratis. Lagi-lagi, saya bisa bilang warga di sana sangat baik. Saya merendam HP saya cukup lama dan hasilnya nihil. HP saya mati total padahal data pengamatan hari sebelumnya ada di sana. Alhasil sekitar 3 hari saya tidak bisa memakai HP untuk keperluan apapun.
Apa yang saya rasakan selama kuliah lapangan ini sangat berbeda dengan yang ada di kelas. Di kelas, saya hanya mengenal teori dan konsep; tetapi di lapangan, saya belajar untuk mengidentifikasi batuan dan menerapkan teori-teori yang telah dipelajari. Kuliah lapangan ini mengajarkan saya bagaimana pentingnya ketelitian dalam pengamatan, serta kemampuan untuk mencatat dan menganalisis data secara sistematis.
Namun, kuliah lapangan juga tidak hanya soal ilmu, tapi juga tentang belajar bertahan dalam kondisi yang kurang nyaman. Medan yang terjal, cuaca panas, serta harus bekerjasama dalam waktu yang terbatas, semuanya merupakan tantangan yang menguji ketahanan fisik dan mental. Meskipun begitu, semuanya terasa sangat berharga karena saya bisa melihat langsung bagaimana geologi Indonesia terbentuk.
Tantangan Akademik yang Semakin Berat
Selain pengalaman lapangan, tahun ketiga kuliah juga membawa tantangan akademik yang semakin berat. Mata kuliah seperti Geologi Teknik, Petrogenesis, Geomorfologi, dan lainnya menuntut saya untuk lebih serius dalam menguasai materi. Tidak jarang, saya merasa kewalahan dengan tugas dan ujian yang semakin banyak, serta proyek kelompok yang menuntut koordinasi dengan teman-teman.
Di sisi lain, tantangan ini juga memberi saya kesempatan untuk mengasah kemampuan manajemen waktu dan kerja tim. Saya mulai terbiasa untuk mengatur waktu antara menyelesaikan tugas kuliah, mengikuti kegiatan organisasi, dan tetap menjaga kesehatan. Saya juga belajar bahwa komunikasi yang baik dalam tim sangat penting, terutama ketika harus menyelesaikan tugas yang besar dalam waktu singkat.
Membentuk Identitas Akademik dan Profesional: Persiapan Skripsi
Tahun ketiga juga menjadi titik awal bagi saya untuk mulai memikirkan lebih serius tentang arah karier setelah lulus. Banyak teman-teman saya yang mulai mengajukan pertanyaan tentang apakah kami ingin bekerja di industri pertambangan, menjadi akademisi, atau memilih jalur lainnya. Ini adalah pertanyaan besar yang memaksa saya untuk mulai mencari tahu lebih dalam tentang apa yang ingin saya capai.
Saya merasa bahwa kuliah di Teknik Geologi memberi saya banyak pilihan, tetapi saya harus menentukan fokus saya agar tidak kehilangan arah. Beberapa teman memilih untuk mengambil spesialisasi tertentu, seperti mineral atau migas, sementara saya merasa tertarik dengan geologi teknik yang saya pelajari lebih mendalam di mata kuliah. Inilah saat-saat di mana saya mulai merasa lebih yakin dengan pilihan yang saya buat dan mulai mempersiapkan diri untuk tantangan yang lebih besar di dunia profesional.
Di tahun ketiga, saya juga sudah mulai memikirkan tahun terakhir saya di kampus. Di tahun keempat, saya harus mulai fokus untuk menyelesaikan skripsi dan mempersiapkan diri untuk terjun ke dunia kerja. Tahun ketiga menjadi pijakan yang sangat penting, karena di sinilah saya benar-benar mempersiapkan diri dengan ilmu yang saya dapatkan selama ini. Saya merasa lebih siap menghadapi tantangan yang ada, baik dalam dunia akademik maupun dunia kerja.
Sejak pertengahan tahun ketiga, saya sudah mendapatkan pembimbing untuk skripsi saya dan mulai menyusun proposal karena target saya di awal tahun 2024, harus mulai mengambil data untuk skripsi. Saat itu saya membuat proposal untuk beberapa tempat yang akan saya jadikan objek pengamatan seperti Tambang Batu Hijau milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara, tambang batubara milik Adaro, hingga Curug Batu Templek. Hal ini juga tentunya harus saya diskusikan dengan para pembimbing.
Ujian
Jika di TPB ujian biasanya terpusat pada hari Sabtu, di jurusan, ujian dapat dilakukan pada hari kuliah biasa atau disesuaikan dengan kesepakatan antara dosen dan mahasiswa. Hal ini tentu mengurangi risiko jadwal bentrok, meskipun ada kalanya mahasiswa harus menghadapi beberapa ujian sekaligus dalam satu hari. Sebaliknya, ada juga hari-hari tertentu di mana tidak ada ujian sama sekali, tergantung pada jadwal masing-masing dosen. Sistem ini memang terasa lebih dinamis dan menuntut mahasiswa untuk lebih adaptif dalam mengatur waktu dan mempersiapkan diri. Namun, di sisi lain, fleksibilitas ini juga memberikan ruang lebih untuk menghindari beban ujian yang terlalu terpusat.
Ujian di tahun ketiga sudah sepenuhnya dilakukan secara luring. Meskipun banyak dosen yang mengatur ujian menggunakan quizziz, namun tetap saja dikerjakan di satu tempat secara bersamaan. Soal ujiannya cenderung tidak berbeda jauh dengan pelajaran di kelas, meskipun tetap saja, namanya ujian ya sulit. Beruntungnya saya adalah memiliki teman-teman yang tidak pelit ilmu, sehingga saat saya ada kesulitan dalam belajar, mereka senantiasa membantu hingga saya lebih mengerti.
Tahun ketiga adalah masa yang penuh dengan tantangan dan peluang. Saya belajar banyak hal, baik tentang ilmu geologi, tentang cara belajar yang lebih efektif, tentang mengatur waktu, dan tentang mencari tujuan hidup yang lebih jelas. Tahun ketiga bukan hanya tentang menyelesaikan kuliah, tetapi juga tentang mempersiapkan diri untuk masa depan yang lebih cerah.
Melihat kembali perjalanan ini, saya merasa semakin yakin dengan pilihan yang saya ambil dan semakin bersemangat menyambut tahun terakhir yang akan datang. Tahun ketiga memang berat, tapi saya tahu itu adalah bagian dari proses untuk mencapai tujuan yang lebih besar.
0 Comments